Tuesday, September 11, 2007

Ramadhan Sendiri (Lagi)

Wah, tak terasa sudah memasuki bulan Ramadhan lagi. Tak terasa pula, ini Ramadhan kedua di negeri orang sekaligus Ramadhan kedua dengan berstatus suami, hehehe. Sayangnya, untuk kedua kalinya pula, Ramadhan kali ini aku bakal sendirian. Jauh dari istri, keluarga dan kehebohan puasa seperti di tanah air. Tapi gak masalah, seperti kata Phil Jackson "...for every dreams there is a sacrifice", setiap gapaian mimpi, selalu ada pengorbanan yang harus dibayar.

Ramadhan di Australia, jelas gak seheboh di tanah air. Coles atau Safeway tidak mendadak ramai diserbu orang yang berbelanja untuk kebutuhan puasa. Di channel 7, 9 dan 10 juga tidak ada acara-acara berbau Ramadhan. Di jalan-jalan juga sepi-sepi saja, tidak spanduk-spanduk ucapan selamat berpuasa. Dan yang pasti, harga-harga sembako gak ikutan naik, hehehe.

Yang sedikit heboh tentunya adalah komunitas muslim yang ada di Melbourne. Berbagai rangkaian acara sudah disiapkan, antara lain pesantren kilat, kajian rutin menjelang berbuka puasa, buka puasa dan tarawih bareng, persiapan Syawalan sampai pengumpulan zakat fitrah. Meriah deh pokoknya. Oya, satu hal yang pasti, waktu Ramadhan kali ini jatuh di musim semi, sehingga waktu puasanya relatif 'normal'. Subuh sekitar pukul 4.30an sementara Maghrib sekitar pukul 6.20an. Bayangkan dengan musim panas yang mana Maghrib-nya bisa sampai pukul 9 malam.

Akhirnya, Gatot sekeluarga mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Semoga kita semua diberikan kekuatan dan kesabaran oleh ALLAH SWT dalam menjalaninya sehingga kita dapat mencapai derajat TAQWA, aamiin ya robbal alamin.

Sunday, September 09, 2007

Merenungi Sikap Tetangga Serumpun Kita

Rame-rame tentang perlakuan kurang ajar Malaysia terhadap wasit Indonesia beberapa waktu lalu ternyata masih membekas di benak saya. Hal ini tak mengherankan, karena sudah beberapa kali Malaysia membikin jengkel bangsa Indonesia dengan ulahnya yang semena-mena. Lihat saja kasus penyerobotan pulau Sipadan dan Ligitan, klaim sepihak pulau Ambalat, kasus penganiayaan TKI di sana, pengusiran sepihak TKI ilegal sampai pembalakan liar di perbatasan RI-Malaysia. Lalu, kalo sudah begini apa yang mesti kita lakukan sebagai pembalasan terhadap Malaysia?

Ada beragam versi. Teman-teman karateka dan ormas kepemudaan, memilih melakukan demo di Kedubes Malaysia dan melakukan sweeping terhadap warga Malaysia. Komunitas dunia internet Indonesia memilih melakukan penyerangan terhadap berbagai situs Malaysia dengan cara mengubah tampilan situs-situs tersebut (deface) menjadi kecaman –kecaman terhadap Malaysia. Para penggemar sepakbola di tanah air, melanjutkan demonstrasi terhadap Astro TV – perusahaan TV kabel milik Malaysia yang memonopoli hak siar Liga Inggris di tanah air. Sementara para pengamat bidang ekonomi bisnis, menyerukan boikot terhadap bisnis-bisnis Malaysia di Indonesia, antara lain: Excelcomindo (via Khasanah Nasional), Bank Niaga (via Commerce Berhad), Bank Lippo (juga via Khasanah Nasional) serta sektor agribisnis melalui bendera Group Guthrie Malaysia.

Efektifkah tindakan-tindakan pembalasan di atas? Untuk aksi demo saya sepakat, ini utk menunjukkan bahwa kita peduli terhadap nasib rekan sebangsa. Sayangnya, demo anti Malaysia ini kalah populer dibandingkan demo-demo solidaritas Palestina atau anti Israel misalnya. Apakah ini bukti bahwa kita lebih peduli pada bangsa asing dibandingkan bangsa sendiri? Untuk masalah sweeping jelas ini merugikan, karena menunjukkan kita bangsa yang anarkis. Untuk masalah deface, ini okelah, karena efeknya juga tidak terlalu parah, kecuali tampilan situs yang berubah. Lagian ini bisa menujukkan bahwa bangsa yang disebut “Indon” ini juga melek teknologi dunia maya. Untuk masalah pemboikotan bisnis Malaysia, saya juga agak ragu. Hal ini tidak lebih karena masalah kepraktisan saja. Jika anda sudah berlanggan XL, masak harus ganti nomor telefon, kan bikin repot. Sementara bagi anda yang merupakan nasabah Bank Niaga dan Bank Lippo, masak harus memindah dananya ke bank lain? Efek yang lebih jauh lagi, perusahaan-perusahaan tersebut juga mempekerjakan banyak tenaga kerja lokal, jadi perlu dipikirkan juga nasib mereka.

Terus ngapain dong? Menurut saya, untuk sementara ini tidak usalah kita terlalu sibuk melakukan banyak aksi yang aneh-aneh. Lebih baik kita rajin-rajin berdoa saja. Supaya pemimpin bangsa kita diberi kekuatan dalam mengatasi segala masalah yang ada, sekaligus mampu membangun bangsa yang lebih maju dan stabil. Ini penting, karena semakin maju bangsa kita, semakin kecil kemungkinan bangsa kita dilecehkan oleh bangsa lain. Semoga.