Monday, January 29, 2007

Indopahit

"Mau ngapain kamu berkunjung ke sini?" tanya petugas imigrasi itu. "Ingin mengunjungi istri Saya", jawabku. "Istri kamu jadi pembantu rumah tangga (maid) di daerah mana?", sambungnya dengan gaya sinis. "Bukan pembantu pak, tapi tukang jualan sampo, sabun dan pasta gigi", jawabku dengan ketus.

"Hi, Gatot...kamu asalnya dari mana?" tanya tutee-ku yang berasal dari UAE. Dari Indonesia, jawabku singkat. "Oya? pembantu di rumahku (helper) berasal dari Indonesia loh", sambungnya. Dari dia, aku belajar beberapa kata bahasa Indonesia, antara lain: Terima Kasih, ujar tutee-ku tadi sambil senyum-senyum.

"Rekan satu flat-ku berasal dari Arab Saudi", cerita temanku yang asalnya dari Afrika Selatan. Rekanku itu kayanya minta ampun, mungkin anak juragan minyak Arab. Luas rumahnya hampir sebesar kampus Monash Caulfield. "Dia juga punya beberapa pelayan yang mengurusi rumahnya, antara lain dari Indonesia", sambung temanku itu.

Sunday, January 28, 2007

Roger

Olahragawan favorit masa laluku masihlah trio Jerman pemenang Piala Dunia 1990: Juergen Klinsmann, Lothar Mattheus dan Andreas Brehme. Di masa kini masihlah, Zizou Zidane, Thiery 'King' Henry, Raul dan Stevie Gerrad. Idola masa depanku, berkisar antara Cesc Fabregas dan Theo Walcott. Kesemuanya adalah para pesepakbola.

Namun, dalam 2 minggu terakhir, aku harus mengakui bahwa aku telah 'berselingkuh' dengan seorang Roger Federer. Pemenang 10 grand slam (termasuk Oz Open malam ini) sekaligus pemain tenis terbaik di muka bumi, hingga detik ini. Permainan tenisnya yang mengandalkan teknik tinggi, ketenangannya dalam bermain, sikapnya yang santun dan ramah di luar lapangan serta kepeduliannya terhadap sesama (antara lain menjadi duta UNICEF dan mendirikan yayasan untuk membantu anak2 di Afrika Selatan), membuat aku menaruh respek yang tinggi padanya.

Sejujurnya tidak hanya Roger yang telah membuatku 'berselingkuh' dengan tenis. Andy Roddick, Fernando Gonzalez dan Anna Vaidiskova adalah nama-nama lain yang membuatku betah duduk, berteriak, bersorak dan bertepuk tangan di depan pesawat televisi guna melihat mereka beradu pukul bola kuning sebesar genggaman tangan.

Tak cukup sampai di situ, aku juga berkesempatan melihat aksi mereka secara langsung. Tepatnya di hari Minggu (21/1/07) lalu, aku menonton aksi Serena Williams (selanjutnya menjadi juara Oz Open Putri tahun ini) vs Jelena Jankovic, Amelie Mauresmo vs Lucie Safarofa dan Andy Roddick vs Marco Ancic di Rod Laver Arena, Melbourne Park. Jujur saja, pengalaman nonton langsung grand slam Oz terbuka kemarin, merupakan pengalaman olah raga terbaik yang pernah aku alami.

Cerita detail soal pengalaman nonton langsungnya sudah aku tuangkan di milis detiksport beberapa hari lalu, tak mungkin rasanya ditulis di sini, karena akan sangat memakan banyak tempat. Mungkin lain waktu aku bisa bercerita. Untuk saat ini, biarkan aku terbawa dalam fantasi kekaguman seorang Roger...

Monday, January 15, 2007

Lupakan Saja...

Lupakan saja inginmu untuk mengarungi lautan bebas,
jika untuk melawan angin utara pun engkau tak mampu,

Lupakan saja harapanmu untuk terbang menyusul sang elang di angkasa,
jika engkau masih merasa takut untuk jatuh,

Lupakan saja asamu untuk mendaki gunung terhampar,
jika untuk menahan rasa sakit pun engkau harus menangis,

Lupakan citamu untuk menyusun candi terindah,
jika saat lelah menghadang engkau memilih untuk beristirahat,

Lupakan semuanya,
jika untuk bermimpi pun engkau sudah enggan.

Untuk jiwa yang rapuh, lemah dan kalah...

Indonesia Dalam Berita

Jauh dari Indonesia bukan berarti melupakan segala hiruk pikuk cerita tentang negeri tercinta. Dengan koneksi internet yang 24 jam, plus tersedianya akses berita yang sangat cepat dari berbagai laman-laman lokal, membuat segala macam berita bisa aku dapatkan dalam hitungan menit.
Namun, belakangan ini aku mulai sedikit 'kedodoran' dalam mengikuti perkembangan terkini berita di tanah air. Bukan karena akses internet yang berkurang atau tersendatnya akses laman-laman lokal akibat gempa Taiwan, melainkan karena begitu cepatnya pusaran berita yang diproduksi oleh media-media tanah air. Kalo tidak percaya coba, simak ringkasan berita utama dalam beberapa bulan terakhir ini.

Masih ingat gonjang ganjing RUU Pornografi? wah...topik ini ramai menyita ruang media kita. Mulai dari ganasnya FPI menyerang tabloid playboy, diskusi anti RUU ini, karena ditengarai sebagai upaya negara mengatur ruang privat warganya, sampai ke ancaman merdeka dari daerah-daerah yang berkeberatan dengan RUU ini (antara lain Bali).

Selesai diskusi sekwhilha dan sekwilda, kita dikejutkan dengan banjir lumpur Lapindo. Selama beberapa waktu, ruang diskusi kita berisi tentang banjir lumpur di Sidoarjo tersebut. Banyak keprihatinan terjadi karena akibat keteledoran sebuah perusahaan, masyarakat banyak menjadi korbannya. Bayangkan, lumpur tersebut menenggelamkan banyak lahan, bahkan hingga kini, semburannya tak kunjung bisa berhenti. Lumpur lapindo ternyata tidak bertahan selamanya, berita poligami ustad terkenal dari Bandung ternyata mulai menyita ruang obrolan kita. Berita tersebut berbarengan dengan tersebarnya video adegan mesum anggota Dewan yang terhombrat dengan seorang penyanyi dangdut. Selama kurang lebih sebulan, 2 berita tersebut jadi berita utama berbagai kalangan, mulai dari para pejabat hingga para kuli bangunan di warung makan pinggir jalan.

Sekitar satu bulan berita poligami dan video 'YZ' mengharu biru media kita, tiba-tiba kita dikejutkan oleh kematian misterius penyanyi cantik Alda. Spekulasi bergulir, benarkah dia mati karena overdosis, atau dibunuh karena yang bersangkutan terlibat 'affair' dengan pejabat teras? Baru sebentar berita ini mencuat...beberapa berita selanjutnya mulai menghadang, kali ini bencana banjir di Aceh dan beberapa tempat lainnya. Musim hujan datang, sementara pohon2 di hutan banyak ditebang. Bisa ditebak, bahaya banjir mengintai daerah-daerah di Indonesia. Waspada, banjir!

Belum lagi energi kita tersalurkan untuk membantu para korban banjir dan tanah longsor, kehebohan lain terjadi, para jemaah haji kita, yang notabene para 'tamu Allah' itu, dibiarkan kelaparan lebih dari sehari penuh saat sedang menunaikan wukuf di Arafah. Betapa kacaunya manajemen haji kita, bayangkan, para jemaah tak mendapatkan makanan dan minum selama wukuf, yang notabene sangatlah berat, karena dilakukan di bawah terik matahari yang menyengat. Dari tahun ke tahun cerita carut marut pelaksanaan ibadah haji ini selalu berulang, entah kapan kita mampu membereskannya.

Musibah ternyata masih sambung menyambung. Kali ini dari dunia transportasi kita yang memang standar keselamatannya sangat rendah. Kapal ferry KM Senopati yang membawa ratusan penumpang tenggelam. Karena cuaca buruk, kapal ini akhirnya karam di perairan antara Pulau Jawa dan Sulawesi. Belum lagi para korban selesai ditemukan, musibah kembali menghantam, kali ini di udara. Pesawat Adam Air dengan tujuan Surabaya-Manado, dinyatakan hilang sejak 1 Januari lalu dan hingga saat ini tidak kunjung ditemukan puing-puing lengkapnya.

Pusaran headline yang cepat di satu sisi menggambarkan betapa dinamisnya kehidupan bangsa kita sekaligus kehidupan pers kita yang bebas dan demokratis. Namun demikian, keprihatinan juga layak diungkapkan, atas begitu banyaknya musibah yang menimpa bangsa kita. Semoga kita masih punya energi yang cukup untuk memikirkan beragam masalah lainnya yang belum sempat diselesaikan.

Tuesday, January 09, 2007

Tiada Kesan Tanpa Kehadiranmu...

Bukan cerita soal nasihat pernikahan, apalagi anjuran soal menikah. Ini cerita soal statistik pernikahan.
***
Kamarku masih agak gelap, tapi cahaya matahari sudah mulai masuk dari sela-sela jendela kamarku. Sambil beranjak dari ranjang, aku meraih handhphone Nokia mungilku. Bukan untuk menelfon, tapi untuk melihat sudah jam berapa saat ini. Jam di layar Nokia itu menunjukkan pukul 07.31 pagi, "lumayan...bisa bangun sedikit lebih pagi dari biasanya", batinku. Seperti biasa ada 1-2 sms dari Indonesia yang dikirim tengah malam, yang tentu saja tak mungkin aku baca, karena beda waktu 4 jam antara Melbourne dan kawasan Indonesia Barat. Tanpa kacamata, aku buka 1 sms yang masuk: ternyata dari dik Ditha, sepupuku yang bekerja di salah satu stasiun TV di kawasan Mampang. "Mas Gatot, Semarang ada yg mantu lg. d Wonodri. Hehe..Mas Pungki Nikah Februari nanti, mohon doa restunya".

Hmm...sambil memegang rambutku yang sudah mulai gondrong lagi, benakku coba mengingat2, ini kali ke berapa dalam 2 bulan terakhir aku dapat undangan/pemberitahuan menikah. Usai, cuci muka sebentar, ingatanku mulai bisa diajak berpikir. Kalo tidak salah, dalam kurun Desember-Januari ini, aku udah dapat undangan/pemberitahuan menikah yang kelima, belum terhitung pemberitahuan nikah dari rekan2 ADS/APS yang memang gemar 'mengikat janji' sebelum berangkat sekolah. 5 pemberitahuan itu, 3 dari rekan SMA dan 2 dari sepupu sendiri. Ingatanku lantas bergerak ke email salah satu rekan yang sedang bekerja di Kalimantan, beberapa hari lalu. Intinya tentang ramalan bahwa orang-orang yang ber-shio monyet, akan banyak melangsungkan pernikahan atau menemukan cintanya tahun ini. Shio Monyet adalah shio bagi kami-kami yang lahir di kurun waktu 1979-1980.

Sambil mengelus-elus papan kunci laptopku yang sedikit berdebu, akupun mulai iseng2 searching di google soal data pernikahan di Indonesia. Penasaran aja sih ingin tahu data2 yang valid tentang hal tersebut. Tak butuh waktu lama untuk mencari informasi tentang hal tersebut. Google, hanya butuh 1.2 detik untuk menampilkan beberapa artikel yang berkaitan dengan data pernikahan di Indonesia. Ada 2 artikel menarik yang saling berhubungan, yang kemudian dengan seksama aku baca. Berikut beberapa statisik menarik dari artikel tersebut:
1) Dalam 6 tahun terakhir (2000-2005) rata2 pernikahan adalah 1,8 juta pernikahan pertahun;
2) Tingkat perceraian dalam 6 tahun terakhir adalah 143 ribu atau sekitar 8% dari rata2 pernikahan. Dus bisa kita bilang bahwa dari 100 pernikahan, ada kemungkinan 8 perceraian;
3) Dalam kurun waktu 6 tahun tersebut, jumlah pernikahan mengalami penurunan (dari 2,1 juta di 2000 menjadi 1,7 Juta di 2005), sementara jumlai perceraian mengalami peningkatan (dari 145 ribu di 2000 menjadi 150 ribu di 2005);
4) Mengutip dari artikel tersebut, "Jumlah pernikahan tahun 2005 lalu, bahkan hanya sedikit meningkat dibanding 1950-an, di saat jumlah penduduk baru 50 juta orang. Di mana jumlah pernikahan tahun 1950-an lalu sudah mencapai 1,4 juta. Apakah ini indikasi bahwa lembaga pernikahan sudah tidak lagi menarik??
5) Dalam perkara perceraian, dalam kurun waktu 6 tahun terakhir, Cerai talak (cerai dari sisi suami) ternyata persentasenya jauh menurun dibandingkan Cerai gugat (cerai dari sisi istri). Perbandingan di tahun 2000 adalah sebesar 56.2% sementara di tahun 2005 perbandingannya menjadi 63% untuk cerai gugat.

Undangan dan pemberitahuan memang mengalir datang, tapi apa lacur, sangat kecil kemungkinannya buatku untuk bisa datang ke acara tersebut. Mayoritas rekan-rekan mungkin bisa memaklumi hal ini. Bagi yang tidak bisa memaklumi atau tidak sempet aku berikan cindera mata pernikahan- semata2 karena jarak yang memisahkan kita- statistik di atas mungkin bisa berguna buat kalian. Paling tidak untuk mengatakan bahwa: Perceraian, sebagai salah satu hal yang boleh tapi dibenci Allah SWT, ternyata makin sering terjadi di Indonesia. Selamat Menembus eh Menempuh Hidup Baru untuk sahabat2 yang sudah, akan atau berencana menikah di 2007 ini.

Sumber: