Thursday, April 21, 2005

Antara KP(K), MW(K) dan BP(K):
Menengok Etika Seorang Auditor Dalam Penugasan Yang Berisiko*

Jangan bingung membaca judul diatas. Sungguh ketidaksengajaan yang sempurna, karena ketiga nama di atas terhubung dengan satu huruf yaitu K, yang nantinya banyak kita bicarakan. Berikut maksud judul di atas:
KP(K)= Komisi Pemberantasan (Korupsi);
MW(K)= Mulyana W (Kusumah);
BP(K)= Badan Pemeriksa (Keuangan);

Dan (K)= (Khairiansyah) Salman, auditor BPK yang menungkap percobaan penyuapan ini yang selanjutnya bekerjasama dengan KPK.

Kasus ini berawal dari penangkapan Mulyana W Kusumah, anggota KPU yang tercatat pernah menjadi Ketua Panitia Pengadaan Kotak Suara dan Ketua Panitia Pengadaan Jasa Cetak Surat Suara Pemilu Legislatif oleh KPK. Menurut versi KPK, melalui Wakil Ketuanya Erry Riyana Hardjapamekas, Mulyana tertangkap tangan oleh petugas KPK ketika sedang melakukan upaya penyuapan kepada pegawai negeri sipil (PNS) dalam hal ini auditor BPK. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Jumat malam (8/4) sekitar pukul 21.00 di suatu tempat di Jakarta. Mulyana dikenai sangkaan pelanggaran Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Kasus ini tentu saja mengejutkan berbagai pihak, sebab KPU yang sedari dulu terus “diserang “ berbagai tuduhan korupsi, namun tidak kunjung ada tindaklanjutnya dari aparat penegak hukum, akhirnya mampu ditembus oleh KPK.

3 Skenario

Ada 3 skenario utama yang menjadi bahan diskusi menarik bagi kita. Tentunya skenario-skenario ini berasal dari pernyataan pihak-pihak yang terlibat dalam proses ini. Berikut skenarionya:

(1) Skenario versi KPK

Dalam skenario ini KPK bekerja sama dengan auditor BPK melakukan upaya pengungkapan upaya suap yang dilakukan oleh salah seorang anggota KPU Pusat dalam hal ini Mulyana Kusuma kepada auditor BPK yang sedang mengaudit di KPU Pusat. Menurut KPK, Mulyana coba menyuap auditor BPK dengan sejumlah uang sebesar 300 juta rupiah. Di antara dana tersebut 150 juta rupiah, tertangkap tangan oleh KPK dibawa Mulyana dalam “pertemuan” dengan auditor BPK tersebut yang belakangan di ketahui bernama Khairiansyah Salman.
Dalam versi ini dinyatakan bahwa yang melakukan pendekatan untuk percobaaan penyuapan adalah Mulyana Kusuma terlebih dahulu. Berdasarkan bukti-bukti di atas, KPK melakukan penangkapan kepada Mulyana dengan tuduhan pelanggaran UU Anti Korupsi berupa percobaan penyuapan kepada penyelenggara negara.

(2) Skenario versi Mulyana

Skenario versi Mulyana ini disampaikan melalui pengacara Mulyana, Sirra Prayuna. Sirra mengatakan bahwa Mulyana “dijebak” oleh auditor BPK dan KPK. Jadi menurut pihak Mulyana pihak yang melakukan pendekatan terlebih dahulu adalah pihak BPK (untuk disuap). Bahkan (parahnya) pihak Mulyana mengaku uang 150 juta rupiah yang ada di “pertemuan” tersebut bukan dibawa oleh Mulyana. Sehingga dalam hal ini pihak Mulyana merasa tidak bersalah dan tidak patut untuk dikenai tuduhan melakukan korupsi melalui upaya penyuapan kepada penyelenggara negara.

(3) Skenario lanjutan versi Ketua BPK Anwar Nasution

Ceritanya sedikit berbeda dengan dua skenario di atas, skenario versi Ketua BPK Anwar Nasution, menyoroti masalah kinerja anak buahnya. Dalam pernyataannya kepada para wartawan, Anwar menyatakan bahwa tindakan anak buahnya di BPK, adalah tindakan “pejabat yang kampungan” dan “pahlawan kesiangan”. Dalam siaran persnya (lihat Kompas, Selasa 19 April 2005), Anwar menyatakan bahwa tindakan Khairiansyah adalah tindakan yang nonprosedural. Sebab, Khairiansyah melapor kepada Hasan Bisri sebagai Anggota Pembina Utama III (bisa dikatakan sebagai senior auditor-nya Khairiansyah-Penulis) bukan kepada Djapiten Nainggolan (Ketua Tim Audit KPU) atau Harijanto (Penanggungjawab Tim Audit KPU). Sementara itu Hasan tidak memberitahukan apa yang telah dilaporkan Khairiansyah kepada Wakil Ketua BPK Abdullah Zainie atau kepada Djapiten Nainggolan.

Anwar selanjutnya menjelaskan berdasarkan prosedur BPK, Khairiansyah seharusnya melaporkan semua tindakan-yang akan dilakukan berkaitan dengan kasus Mulyana tesebut-setidaknya kepada Djapiten Nainggolan. Baru kemudian Djapiten Nainggolan memberitahukan kepada Harijanto dan Harijanto meminta persetujuan Wakil Kepala BPK atau Kepala BPK

Akan tetapi dalam hal ini Khairiansyah melapor kepada Hasan Bisri dan Hasan Bisri tidak memberitahukan kepada siapa pun. Sampai kemudian Khairiansyah melapor kepada KPK.

Mari kita bahas tiga skenario tersebut berdasarkan atas dasar hukum dan standar audit pemerintahan yang tentu saja menjadi landasan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini.

Tinjauan skenario pertama,

Dalam skenario pertama, tindakan yang dilakukan oleh Khairiansyah untuk melaporkan percobaan penyuapan kepada dirinya sebagai pejabat penyelenggara negara, dalam hal ini BPK adalah tindakan yang sangat tepat. Tindakan yang dilakukan oleh Mulyana telah melanggar Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Tuntutan hukumnya adalah Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Selanjutnya, apa yang dilakukan oleh Khairiansyah (dalam kapasitasnya sebagai seorang warga masyarakat), secara hukum juga dibenarkan, karena sudah sesuai pula dengan Pasal 41 Ayat (1) dan (2) butir (c) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi:
(1) Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk :
(c) hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;

Tinjauan skenario kedua

Bagaimanapun juga asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) terhadap Mulyana haruslah tetap dijunjung tinggi. Untuk skenario kedua ini penulis memberi catatan khusus untuk ditinjau guna membuktikan bahwa skenario kedua ala pihak Mulyana ini adalah benar atau tidak, yaitu dengan menerapkan asas pembuktian terbalik. Karena memang UU Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Antikorupsi) yang digunakan untuk menjerat Mulyana, memberikan tempat pada asas pembuktian terbalik. Sebagai catatan sistem pembuktian terbalik (omkering van de bewijslast) merupakan cara yang jitu untuk "mematikan" pelaku korupsi. Dalam pembuktian terbalik, orang yang dituduh melakukan tindak pidana itulah yang harus membuktikan di depan pengadilan, bahwa ia tidak bersalah. Berbeda dengan pembuktian biasa, di mana jaksa yang harus membuktikan seseorang bersalah atau tidak dalam hal terjadi tindak pidana (lihat di Kompas, Sabtu 14 April 2001).

Secara jelas, asas pembuktian terbalik ini disebut dalam Pasal 37 Ayat (1) UU Nomor 31/ 1999 yang berbunyi “terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi”.

Jika memang asas pembuktian terbalik ini diterapkan oleh Jaksa Penuntut Umum di persidangan nanti, tentunya akan episode baru dalam persidangan antikorupsi di Indonesia.

Tinjauan skenario ketiga

Skenario ini sangat cocok dikaitkan dengan etika seorang auditor dalam penugasan audit yang berisiko. Karena yang kita bicarakan adalah auditor eksternal pemerintah (BPK) maka mari kita tengok sudut pandang tersebut berdasar atas Standar Audit Pemerintahan yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, tahun 1995 khususnya pada Bab 8 paragraf 30-33 tentang Pelaporan Secara Langsung Tentang Unsur Perbuatan Melanggar/Melawan Hukum. Pada paragraf 30 dinyatakan bahwa “Dalam keadaan tertenu, auditor bertanggung jawab untuk secara langsung melaporkan unsur perbuatan melanggar/melawan hukum kepada pihak di luar pihak yang diaudit (instansi kepolisian dan atau kejaksaaan). Auditor harus harus memenuhi tanggung jawabnya meskipun auditor telah mengundurkan diri atau diberhentikan dari penugasan auditnya.”

Artinya, secara standar audit pemerintahan…apa yang dilakukan oleh Khairiansyah adalah TEPAT! Sehingga tidak mengherankan memang, jika Khairiansyah dengan berani melaporkan usaha percobaan penyuapan tersebut kepada KPK, karena memang dalam standar audit yang menjadi pedoman dalam melakukan audit, memang memperbolehkan ia melakukan tindakan tersebut.

Penutup

Penulis memberikan rasa salut yang setinggi-tingginya kepada Khairiansyah (dan juga KPK) yang dengan sangat berani berusaha keras untuk mengungkapkan usaha percobaaan penyuapan tersebut. Dari uraian di atas, memang secara Undang-Undang (khusunya UU No 31 tahun 1991 tentan Anti Korupsi) dan Standar Audit Pemerintahan BPK, apa yang dilakukan oleh Khairiansyah memang dapat dibenarkan.

Namun demikian, apa yang dilakukan oleh Khairiansyah sebagai anggota tim audit KPU Pusat secara prosedural organisasi memang harus diakui sebagai kurang tepat. Karena memang secara jelas, urutan hirarkis tanggung jawab dalam penugasan audit tersebut telah ada dan harus dipatuhi. Akan tetapi, ada sebuah fakta yang tak terungkap yang mungkin menjadi pertimbangan Khairiansyah untuk tidak melaporkan masalah percobaan penyuapan ini kepada atasannya. Mungkin saja, Khairiansyah tidak percaya lagi pada atasannya, karena seperti yang terungkap kepada media massa bahwa Ketua BPK, Anwar Nasution dan Ketua KPU Nazaruddin Syamsudin telah mengadakan pertemuan tanggal 30 Maret 2005 yang kemudian ditengarai oleh beberapa pihak, telah menghasilkan deal-deal tertentu yang menguntungkan KPU.

Tidak mengherankan kemudian, jika pada akhirnya Khairiansyah mengambil tindakan sendiri untuk melaporkan percobaan penyuapan tersebut kepada KPK, karena jika hal tersebut dilaporkan harus terlebih dahulu ia laporkan kepada atasannya tentu saja akan memakan waktu yang panjang dan bukan mustahil hanya akan didiamkan saja.

Khairiansyah boleh diejek oleh atasannya di BPK sebagai “pahlawan kesiangan” atau “mencari popularitas”, tapi di mata rakyat dan orang-orang yang mendambakan keadilan dalam pemberantasan korupsi, ia ibarat tetesan air hujan di musim kemarau yang panjang. Apa yang dilakukan oleh Khairiansyah dan KPK dalam menangkap Mulyana atas tuduhan penyuapan telah menjadi titik awal pengungkapan korupsi lebih lanjut di tubuh KPU. Karena selanjutnya kalangan DPR telah meminta hasil laporan audit BPK di KPU sebagai fungsi kontrol terhadap proses penyelidikan korupsi di KPU.

Selain itu usaha KPK dan Khairiansyah telah memberikan efek politik dan pemberitaan yang sangatlah luar biasa, sehingga mampu memberikan semangat bagi kalangan masyarakat anti korupsi untuk terus mengungkap praktik-praktik kejahatan yang tergolong extraordinary ini.

***

*Tulisan ini atas permintaan salah seoarng dosen di kampusku untuk tujuan case study di kelasnya..semoga bermanfaat....


Thursday, April 07, 2005

NICE GUY FINISH LAST
Renungan Seorang Lelaki di Usianya yang ke-25

“Masa Depan adalah Milik Mereka Yang Percaya Pada Indahnya Mimpi-Mimpi Mereka”
Eleanor Roosevelt

Menatap senja ini seakan menatap hari yang biasa, tanpa ada perbedaan.
Namun segera aku tersadar, tepat puku 12 nanti, aku segera menjelang usia 25 tahun. Hmmm…tanpa terasa tanpa berbinar…Aku sangat bersyukur, di usia seperempat abad ini aku masih memiliki waktu untuk sekedar menapaki ingatan masa lalu.
Masih memiliki kesempatan untuk menggoreskan segala harapan dan pikiran di benakku. Menatap perjalanan sepanjang 25 tahun ini adalah menatapi sebuah rangkaian tulisan yang penuh makna dan siratan. Rentetan tulisan itu memuaikan rasa syukur yang mendalam terhadap semua kebaikan-Nya, semua kasih sayang-Nya dan semua petunjuk serta ampunan-Nya.

Di usia seperempat abad ini, aku bersimpuh sujud syukur kepada-Nya…atas semua keindahan dan kebaikannya yang ia berikan kepadaku..
Walau perjalanan hariku terus tertatih-tatih pada duri-duri ketidaksabaran dan kebimbangan…
Aku tak harus berharap seperti Gibraltar yang seusiaku mampu memimpin pasukan muslim memerangi Romawi di Spanyol, sampai namanya hingga kini diabadikan menjadi sebuah nama terkenal bernama Selat Gibraltar,
Aku juga tak mau berharap seperti Joseph Broz Tito yang kala seusiaku sudah mampu memobilisasi kaum Partizan Yugoslavia guna memerangi pendudukan Jerman,
Aku juga tak pernah bermimpi seperti John Terry yang tepat seusiaku dengan penuh percaya diri memimpin rekan-rekannya di Chelsea untuk menaklukkan daratan sepakbola Eropa.
Biar-biarlah..bila jendela waktu dan takdir membawa rekan2ku ke perjalanan yang makin menuju kemapanan..
Syukur-syukurlah..bila pintu-pintu lorong waktu telah membawa mereka ke peran yang baru dalam hidupnya…

Biarlah aku terus pula berjalan perlahan…karena;
Aku hanya ingin menjadi seseorang yang lebih baik dari hari ke hari mulai detik ini…
Aku hanya ingin menjadi seseorang yang bermanfaat bagi orang lain walau hanya dengan sedikit mulai menit ini..
Aku hanya ingin menjadi seseorang yang mampu menginsipirasikan sebuah perubahan ke arah yang lebih baik walau sekecil apa..mulai jam ini..
Aku hanya ingin menjadi seseorang yang lebih dekat dan menyayangi-Nya mulai hari ini….

Perjalanan menyusuri dimensi waktu yang baru akan aku mulai beberapa jam lagi..
Terus menapak dan menapak..
Lalu kemudian menyerahkan semuanya pada sang waktu yang pongah
Untuk apakah aku tertulis di buku sejarah atau tidak,
Apakah aku tertulis dibagian muka, tengah atau bab penutup buku tebal peradaban
Untuk apakah aku tertulis di batu nisan dengan nama yang kemilau atau kusam,
Apakah aku ada di sudut makam yang menebarkan pesona keberanian..atau di sudut makam yang menyiratkan kegelapan….

Lebih Peduli pada karakter Anda daripada reputasi Anda. Karakter Anda adalah siapa Anda sebenarnya, sementara reputasi hanyalah apa yang orang lain pikirikan tentang Anda.
-John Wooden

Semangat ini aku dedikasikan untuk mereka yang telah akan dan selalu berdiri rapat di-sekitarku, yang dengan jalannya masing-masing membentuk karakter-ku menjadi orang yang lebih baik..
Terima kasih untuk kalian yang mau bertahan di kala amukan badai, terpaan dingin dan angkuhnya gelombang pasang perjalanan hari..

Selamat Ulang Tahun Gaizka..
Nice Guy Finish Last….



Tuesday, April 05, 2005

#PERAWAN YANG TERLUKA#

Engkau mencoba menahan isak tangis yang dalam
Dengan sisa-sisa ketegaran yang masih kausimpan
Beranjak pergi menyongsong matahari senja

Perawan yang terluka….
Mungkin yang terbaik tak bisa teraih
Mungkin yang terindah tak harus terjadi
Mungkin angan tak dapat menjadi nyata

Perawan yang terluka…..
Saat persimpangan berbeda tujuan
Dan kenyataan bahwa jalan hidup tak mesti sama
Perpisahan adalah jalan terbaik

Perawan yang terluka…..
Dia tak kan pernah jadi sempurna
Karena ia ingin tetap apa adanya
Hingga jangan salahkan dirinya bila mengabaikanmu
Sebuah alasan yang sungguh sempurna untuk pergi darimu

Perawan yang terluka…..
Ketika selamanya harus berakhir, cobalah untuk memulainya kembali
Ketika pelukannya tak lagi bisa menenangkan hatimu yang sedih, cobalah untuk melupakannya
Relakan-relakan saja ia pergi seraya membawa kebimbangannya

Perawan yang terluka…..
Dengan perasaan apapun
Engkau harus bisa merajut dirimu yang sempat terkoyak
Melupakan setiap kepingan waktu dan kenangan lama

Perawan yang terluka…..
Aku hanyalah bayangan hitam di kala terik siang
Namun bayangan itu dengan segala kekurangannya
Mungkin bisa menaungimu barang sedikit
Demi membantumu merajut yang terkoyak…..

Di malam penuh kepenatan…
Untuk Para Perawan yang Pernah Terluka....^_^

Monday, April 04, 2005

>>Aku Menjawab Dengan Diam<<

Seminggu yang lalu dalam suatu diskusi “mendadak” di dunia maya aku ditanyai oleh seorang rekanku..Pertanyaan yang simpel, tapi dalam makna jawabannya..
Apa sih tujuan hidupmu??

Aku sempat terdiam beberapa saat..karena memang itu bukan pertanyaan yang mudah untuk orang serumit aku…lalu dengan sekenanya aku jawab saja bahwa aku ingin menjadi manusia yang berguna bagi nusa bangsa dan agama. Huhuhuuh…masih ditambah lagi dengan kata-kata bahwa aku ingin bahagia dunia dan akhirat…hihihihi..kenapa gak ditambahin aja sekalian, bahwa tujuan hidupku adalah, “kecil di suka dan muda terkenal, tua kaya raya lalu mati masuk surga??

Sementara itu Duri, rekanku diskusiku yang lain, menjawab pertanyaan tadi dengan sigap… tujuan hidupku adalah untuk beribadah…

Sejurus kemudian Anggi si penanya menjawab paling akhir…aku ingin jadi seorang ibu yang baik..


Di dua dan tiga malam berikutnya, pertanyaan itu masih menggelayut dibenakku. Bukan..bukan karena aku tidak punya tujuan hidup dan bukan juga oleh karena jawabanku atas pertanyaan si Anggi yang asal jawab..bukan-bukan itu. Yang membuat aku bertanya adalah,

Apakah aku sudah berada dalam jalur yang tepat di jalan tujuan hidupku?

Apakah aku sudah separuh jalan untuk menggapai tujuan hidupku??

Atau bahkan aku terlempar jauh dari tujuan hidupku?

Atau malahan aku sudah lupa dengan tujuan dan makna hidupku? Karena terasing dalam noda materialisme dan pragamatisme sehari-hari?


Lagi-lagi aku tidak dapat menjawab dengan pasti..aku tidak bisa menjawab dalam segala kerumitan diriku…aku hanya bisa (sementara ini) menjawab dengan diam…dalam bisu dan sepi…layaknya bait-bait tulisan ini:


Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal,
Aku bermimpi ingin mengubah dunia.

Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku,
Kudapati bahwa dunia tidak kunjung berubah.

Maka cita-citaku itu pun agak kupersempit,
Lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku.

Namun tampaknya,
Hasrat itupun tidak ada hasilnya.

Ketika usiaku makin senja,
Dengan semangatku yang masih tersisa,

Kuputuskan untuk mengubah keluargaku,
Orang-orang yang paling dekat dengan-ku.

Tapi celakanya,
Mereka pun tidak mau berubah!

Dan kini,
Sementara aku berbaring saat ajal menjelang,

Tiba-tiba kusadari:

“Andaikan yang pertama-tama ku ubah adalah diriku,
Maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan,
Mungkin aku bisa mengubah keluargaku.
Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka,
Bisa jadi aku pun mampu memperbaiki negeriku;
Kemudian siapa tahu, aku bahkan bisa merubah dunia!”

***

Hasrat Mengubah Dunia,

Terukir di sebuah makam di Westminster Abbey, Inggris, 1100 M.