Tuesday, July 31, 2007

Bandara Perth yang 'Ndeso'

Rute kepulanganku ke Melbourne kali ini, sedikit berbeda. Biasanya, kalo dari Singapura, aku akan terbang langsung ke Melbourne. Atau jika dari Jakarta, maka transit di Sydney. Kemarin, aku terbang ke kota bermoto "Victoria on the Move" via Perth, kota di sebelah barat Pantai Australia. Alih-alih mendapatkan perjalanan yang nyaman dan menyenangkan - karena aku memakai Qantas yang notabene maskapai penerbangan nasional Oz, ternyata pengalamannya justru tidak mengenakkan.

Entah kenapa, keberangkatan Qantas dari Jakarta-Perth, tertunda selama 2 jam. Jadwal seharusnya adalah jam 1 pagi, tapi kemudian molor jadi jam 3 pagi. Kebayang kan, gimana rasanya harus 'ronda' di bandara?

Selanjutnya aku transit di Perth. Ada 2 hal yang bikin jengkel di Bandara ini. Pertama, antrian pengecekan barang di custom. Standarnya, untuk antrian pengecekan barang bawaan, petugas selalu membagi 2 jalur berbeda: declare dan non-declare section. Jalur yang pertama lebih lama, karena petugas kepabeanan akan mengecek barang kita satu persatu. Sementara jalur kedua hanya melalui alat pemindaian sinar x tanpa harus dicek satu persatu. Dengan penreapan 2 jalur ini, maka arus penumpang yang datang menjadi lebih lancar. Tapi, karena di Perth hanya memakai 1 jalur saja (declare dan non-declare dicampur), maka antrian penumpang yang melalui pengecekan custom pun jadi lebih panjang. Parahnya, saat itu ada 2 pesawat yang mendarat. Bisa dibayangkan bagaimana panjang antriannya? Walhasil, aku harus menunggu sekitar 2 jam, hanya untuk pengecekan barang bawaan. Biasanya, jika melalui non-declare line paling lama antri sekitar 20 menit.

Kedua, adalah masalah transfer pesawat. Saat mendarat di Perth, penerbanganku selanjutnya adalah Perth-Melbourne, yang tak lain adalah penerbangan domestik. Celakanya, untuk menuju bagian penerbangan domestik, kita harus menempuh jarak sekitar 10km dari bagian penerbangan internasional. Karena aku memakai Qantas, maka aku bisa pakai bus khusus yang disediakan oleh maskapai tersebut. Masalahnya, jadwal bus ini setiap 30 menit - bandingkan dengan jadwal sky bus di City - Airport di Melbourne yang jadwal berangkatnya setiap 15 menit!. Walhasil, setelah menunggu 2 jam di custom, aku harus menunggu shuttle bus selama 20-30 menit plus 20 menit perjalanan menunju bandara penerbangan domestik. Selamat dehh...

Kalo teman-teman pikir, bahwa 'penderitaanku' berakhir setelah sampai di penerbangan domestik Qantas, maka kalian salah! Karena ternyata Qantas lagi-lagi tidak seperti merpati yang tak pernah ingkar janji. Penerbanganku ke Melbourne, harus ditunda 2 jam lagi. Selamat deh, jadinya aku transit di Perth, selama 9 jam.

Saturday, July 28, 2007

Kabar Kabari dari Indonesia

Tak terasa, 'tugas' pulang ke Jakarta selama sebulan sudah berlalu. Sekarang aku sudah di Melbourne lagi. Nah, hitung-hitung sebagai oleh2 dari Indonesia, berikut beberapa update berita dari tanah air:
1) Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan tuntutan penghapusan salah satu pasal di UU 32/2004 tentang Pemda yang berkaitan dengan keharusan bagi calon kepala daerah diajukan oleh partai politik. Implikasinya, calon independen kini bisa bersaing di Pemilu nasional maupun lokal. Namun demikian masih dibutuhkan perangkat peraturan perundang-undangannya. Layak ditunggu apakah wacana calon independen di pemilu kita bisa terus bergulir, karena banyak pihak yang masih berusaha menggagalkannya.
2) Kendati timnas sepakbola gagal melangkah ke babak selanjutnya, pencapaian Indonesia sebagai salah satu tuan rumah Piala Asia terhitung sukses. Antara lain lewat rekor penonton sebanyak lebih dari 270 ribu sepanjang keseluruhan babak grup. Rekor ini tak lepas dari jumlah penonton di laga tim merah putih yang rata-rata berjumlah 80 ribu penonton. Ini membuat presiden FIFA Sepp Blatter tertarik untuk menyaksikan babak final yang juga akan diselenggarakan di GBK Jakarta. Tambahan lagi, permainan timnas Indonesia yang penuh semangat dan determinasi, mengundang banyak simpati dari para bolamania nasional.
3) Tidak seperti yang aku pikir, ternyata Trans TV dan TV7 tidaklah merger, melainkan TV7 diakuisisi oleh TransCorp perusahaan induk Trans TV, sehingga berubaha nama menjadi Trans7. Selain terkenal dengan acara talkshow 'Empat Mata' bersama Tukul, berdasar pengamatanku, Trans7 banyak menyuguhkan program lokal yang sarat dengan muatan pendidikan dan pengetahuan. Ini bisa dilihat dari beberapa macam programnya macam: 'Asal-Usul', 'Laptop si Unyil', 'Si Bolang (Bocah Petualang)' sampai 'Reportase'. Pendeknya, menurutku, Trans7 coba menghadirkan acara televisi yang berbeda - tidak melulu berisi acara2 'cemen'.
4) Nama Lampung, mulai terangkat di layar kaca. Ini berkat sepak terjang Chelsea Olivia yang melejit namanya lewat beberapa sinetoron ABG. Akhir-akhir ini, cewek berparas mirip Leony trio Kwek2 juga rajin mondar mandir di infotainment, berkat kisah pacarannya dengan sesama pesinetron muda - Glen Alinsky. Tak hanya Chelsea, nama Lampung juga ikut melejit lewat kiprah sebuah band yang diklaim kampungan oleh mayoritas warga Jakarta. Siapa lagi kalo bukan Kangen Band? kendati kerap dicemooh sebagai band kacangan yang beraliran pop melayu, mereka sukses diikat oleh salah satu label besar yaitu Warner Music Indonesia dan mencetak platinum lewat penjualan 300 ribu keping kasetnya. Tambah luar biasa lagi, karena personil dari Kangen Band sesungguhnya adalah rakyat jelata belaka. Sebut saja sang vokalis (Andhika) yang aslinya berprofesi sebagai tukang cendol keliling, sementara rekannya yang lain pernah berpofesi sebagai tukang bangunan, tukang jual nasi uduk, sampai tukang bengkel.
5) Impian untuk naik transportasi publik yang nyaman, aman dan terintegrasi sudah hampir terwujud di Jakarta. Saat ini busway atau sistem bus Transjakarta sudah punya 10 koridor yang saling terhubung. Perpindahan jalur antarkoridor pun tidak dipungut biaya tambahan, sehingga tak heran jika di banyak masyarakat tertarik naik busway dibandingkan naik bus Patas atau Taksi. Sebagai contoh, dari Matraman, aku bisa sampai ke Benhil dengan biaya Rp3,500.- dalam waktu 45 menit via 2 Koridor. Kendati masih banyak yang perlu diperbaiki, busway bisa dibilang salah satu andalan kita-kita yang tak memiliki kendaraan pribadi.
Sekian dulu Kabar-kabari-nya.

Thursday, July 19, 2007

Kecoa Ibukota

Apa yang Anda lakukan jika Anda memiliki 2 pilihan yang tidak berimbang? Yang satu hampir pasti dan yang satu lagi hampir tidak pasti? Jawaban yang logis adalah mencoba berjuang untuk sesuatu yang hampir pasti bukan? Hal itulah yang coba aku lakukan saat ini yaitu menikmati kota Jakarta dengan segenap manis pahit ceritanya. Jika mau diurai, banyak sekali memang cerita pahit kota metropolitan kebanggaan rakyat Indonesia ini. Namun mengurai kepahitan jelas tidak akan membantu kita berjuang mengarungi medan laga. Lebih baik kita mengurai cerita-cerita manis tinggal di kota yang dulunya bernama Batavia ini:
1) Tinggal di Jakarta jelas melatih kesabaran. Kemacetan yang mengular membuat kita sering mengelus dada dan beristigfar. Ini bagus untuk latihan mengontrol emosi jiwa.
2) Menggunakan transportasi publik di Jakarta, dapat membuat tubuh semakin fit. Bagaimana tidak? Jika memilih naik Busway Transjakarta, misalnya: kita harus naik turun jembatan penyeberangan yang luar biasa panjangnya itu guna menggapi loket. Tidak sampai di situ, tangan dan kaki kita semakin terlatih kuat, sebab kita akan bergelantungan dan berdiri di dalam bus, karena bus dipastikan sesak akan penumpang.
3) Hidup di Jakarta membuat insting kewaspadaan kita selalu tajam. Jika naik taksi, sudah default-nya jika kita langsung meningkatkan kewaspadaan, bagasinya ada yang aneh gak?, tanda pengenal supir persis sama gak dengan supirnya? Berapa nomor taksinya? Tindak tanduk supirnya mencurigakan gak? Belum lagi jika ada di perlintasan yang ramai atau naik metromini. Tas ditaruh di depan, dompet dan HP diletakkan di saku sebelah depan, plus selalu waspada jika ada penumpang bergerombol yang saling kenal di pintu metromini.
4) Maraknya aksi kejahatan yang bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, juga membuat kita lebih religius. Rajin berdoa, berpasrah diri dan selalu mengambil hikmah atas segala hal yang terjadi.
5) Ringan dalam bersedekah. Gimana enggak? Di setiap sudut jalan, jembatan penyeberangan dan tempat makan, sangat banyak peminta-peminta dan anak jalanan yang mengemis. Jika ada sedikit rejeki, gak perlu susah-susah cari tempat bersedekah, cukup siapkan uang recehan, beres…

Jadi, seperti lagunya Koes Plus deh…”ke Jakarta aku kan kembali….uouououo…”

Friday, July 13, 2007

Histeria

Salah satu jadwal liburanku kali ini di Indonesia adalah menyaksikan secara langsung tim nasional Indonesia bertanding di gelaran Piala Asia (PA) 2007 di Jakarta. Rencana mendukung Bambang Pamungkas dan kawan-kawan, bahkan sudah aku lakukan dari jauh-jauh hari -antara lain lewat tulisan pengobar semangat yang kebetulan dimuat di majalah Bolavaganza edisi Juli 2007 yang bisa dilihat di sini. Partisipasi Indonesia di PA kali ini terbilang spesial, karena Indonesia bertindak sebagai tuan rumah gelaran yang 3 tahun lalu diadakan di Cina ini. Indonesia sendiri tergabung di grup D bersama tim-tim kuat Asia macam Arab Saudi, Korea Selatan dan Bahrain.

Di pertandingan pertama yang dilangsungkan Selasa (10/7) lalu, timnas Merah Putih mampu membungkam Bahrain - yang notabene adalah semifinalis PA tahun 2004. Kemenangan ini sontak menciptakan histeria dan euphoria para suporter yang biasanya kerap pulang dari stadion Senayan dengan kepala tertunduk - karena timnas kalah. Selain itu, kesatuan dukungan para penonton di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) terbilang luar biasa, dibandingkan aksi suporter tuan rumah di 2 negara penyelenggara PA lainnya yaitu Malaysia dan Bangkok yang sepi penonton.

Namun demikian, di beberapa sisi GBK masih terlihat ruang kosong yang menganga- padahal di luar stadion, banyak sekali penonton yang tidak kebagian tiket pertandingan. Usut punya usut, ternyata tiket bangku kosong tersebut jatuh ke tangan para calo yang menjual tiket 2-3 kali lipat dari harga aslinya (bayangkan untuk tiket kategori 1 seharga 75 ribu rupiah, di tangan calo harga tiket menjadi 200 ribu sampai 225 ribu!!).

Sabtu esok (14/7), timnas akan kembali berlaga menghadapi tim 'berkaki tiga' yaitu Arab Saudi yang dipertandingan pertama bermain imbang 1-1 dengan Korea Selatan. Kemenangan akan secara otomatis meloloskan timnas ke babak perempat final yang kemungkinan akan dimainkan di Kuala Lumpur atau Jakarta. Jadi dukung terus timnas merah putih!