Tuesday, October 17, 2006

Ramadhan di Caulfield

Setelah kurang lebih 25 tahun selalu ber-Ramadhan di negeri sendiri, untuk pertama kalinya, tahun ini aku merasakan berpuasa di negeri orang. Wajar, bila aku kangen suasana Ramadhan di Indonesia. Atas permintaan beberapa teman, berikut aku tuangkan sedikit cerita tentang Ramadhan di Australia lebih khususnya lagi Caulfield, daerah di mana aku tinggal, sebuah sub-urb, kurang lebih 35 menit via train dari pusat kota Melbourne.

Ramadhan kali ini, jatuh di musim semi-peralihan antara musim dingin ke musim panas. Sehingga waktu puasanya terbilang 'normal', yaitu kurang lebih 14 jam-dimulai dari pukul 4 pagi sampai kurang lebih pukul 6.30 an malam. Cuaca juga cukup bersahabat, tidak terlalu dingin juga tidak terlalu panas. Bayangkan jika Ramadhan jatuh di musim panas (mulai Desember), di mana waktu puasanya jadi 17-18 jam, dimulai dari pukul 4 pagi sampai pukul 9 sore. Ditambah lagi dengan temperatur yang 'suam-suam kuku' antara 30 - 40 derajat aja tuh.

Ramadhanku di Caulfield, lebih banyak aku habiskan di kampus. Karena tugas2 kampus juga sudah mulai banyak yang due, sehingga postgraduate lounge Building A Monash Caulfield jadi pilihan tempat nge-pos tetap sepanjang hari. Konsekuensi mengerjakan tugas yang hampir due membuat aku harus pulang agak malam, sehingga buka puasa kadang aku lakukan di kampus. Untuk yang satu ini, menu buka puasanya adalah menu internasional, karena aku berbuka puasa di mushola kampus. Karena mayoritas 'pengelola' mushola-nya adalah brothers dari India, maka harap maklum aja kalo menu-nya juga ala Indihe. Mulai dari kari2an, kue manis (gak tahu nama aslinya), salad en acar Indihe, sampai ke nasi briyani (semacam nasi kuning- yang enak bangett, krn dimasak sendiri oleh mereka). Kalo kebetulan ada brothers dari Turki dan Libanon yang ikutan buka puasa, biasanya mereka bawa kurma dan roti Libanon-yang besarnya segede tampah dan kalo mau makan disobek2 dulu terus 'dicocol' ke kuah kari-nya. Nyam2..juga ternyata, hehehe.

Berpuasa ala mahasiswa 'single' juga membawa konsekuensi tersendiri. Kita harus cepat dan tanggap dalam mencari info buka puasa bersama. Kalo masih bisa dijangkau transport umum, maka kesempatan makan gratis adalah peluang yang gak boleh terlewat-selain juga memperat tali silaturahmi tentunya (hihihi, yang ini alasan ke-sekian kayaknya). Mulai dari buka puasa bersama Kagama Victoria, MUIS (kumpulan pelajar Muslim Monash), MIIS (kumpulan pelajar Indonesia di Monash), Konjen RI di Melben, APS di Monash, sampai undangan2 'belas kasihan' dari teman2 pelajar yang ingin beramal di bulan Ramadhan (antara lain Dr. Yanti, yang sering memintaku jadi sukarelawan buat icip2 percobaan masak memasak-nya, hehehe).

Tentunya, berpuasa di Caufield tidak melulu soal makan2 dan keluh kesah kerinduan akan Indonesia. Ada hikmah yang lebih mendalam dibandingkan dengan berpuasa di Indonesia yang mayoritasnya muslim. Seperti diketahui, muslim di Australia adalah kaum minoritas. Jelas sebuah tantangan yang besar untuk tetap berpuasa, sementara toko2 tetap buka dan menjual makanan, orang2 tetap makan dan minum, serta 'kulit-kulit' terbuka ada di mana2. Bahkan suatu ketika, saat siang sedang terik, seorang rekan mahasiswa internasional, menawarkan sebotol jus yang dingin menyegarkan kepadaku. Saat aku bilang aku sedang berpuasa, rekanku tadi bilang.."lho, puasa kan gak boleh makan aja, kalo minum boleh kan?", :p

Hidup sebagai minoritas, jangan berharap anda mendapat previlage tertentu, hanya karena anda berpuasa. Jika jadwal kuliah kebetulan jam 6 sampai jam 9 malam, siap2 aja ke kelas bawa bekal ringan untuk buka puasa. Begitu juga dengan jadwal ujian. Beberapa rekanku ada yang dapat jadwal ujian hari Senin 23 Oktober pukul 09.30, yang mana pada saat itu bertepatan dengan hari lebaran dan shalat Ied. Karena shalat Ied-nya pukul 8 pagi di Clayton (25 menit dari dari kampus Caulfield) jadi mereka harus siap2 meninggalkan shalat setahun sekali itu...:).

Ramadhan kali ini memang gak dihiasi setup pisang, perkedel jagung, sambel mentah dan tahu isi buatan Emak di Lampung. Juga gak ada mudik ke kampung halaman plus gak ada takbir riuh berkumandang. Tapi Ramadhan tahun ini tetap saja berarti. Di antara beragam perbedaan, tak ada permusuhan, kedengkian dan keterburu2an akan rutinitas keduniawian. Ramadhan adalah urusan hati dan ibadah, di mana pun kita berada.

6 comments:

Anonymous said...

"Jika jadwal kuliah kebetulan jam 6 sampai jam 9 malam, siap2 aja ke kelas bawa bekal ringan untuk buka puasa"

Trus sholat maghribnya gmn, pal? Apa bole keluar kelas sebentar?

Gatoso said...

Kalo males, ya dijamak. Kalo gak males, keluar kelas aja bentar, 10-15 menit gitu gak papa kok, terus masuk lagi. Kalo dikelas Dr. Hoque, dia kasih break 15 menit di 1 jam pertama kuliah. Jadi kita bisa buka puasa en shalat, hehehe.

Anonymous said...

Di antara beragam perbedaan, tak ada permusuhan, kedengkian dan keterburu2an akan rutinitas keduniawian.

==> Aaahhh.. indahnyaaaa.. ;) Btw, asyik donk jadi bisa merasakan nuansa yg beda dlm berpuasa dan berbukaa :D Nikmati ajaaa..

*ngebayangin gimana rasanya makanan ala Indihee :q *

Anonymous said...

Di clayton, setelah sholat Ied bukannya ada makan2?...di Unimelb, meriah tot...diperkirakan ada 1000-an jamaah...aku (biasa jadi keamanan) harus siap-siap kerja keras nih, biar pada tertib antri makanan

Rudyland

Anonymous said...

iiih, males gk boleh dijadiin alesan buat ngejamak sholat tauuu... :P

Anonymous said...

Emang paling enak Buka Puasa Bersama. Tiap Sabtu apa Minggu pasti ada yang ngadain. So We are the Iftar Hunter.... Westall, Jefcott, Preston, Konjen, Minang Saiyo..sopo maneh...