Saturday, February 25, 2006

Back to Business

1998
It was "Introduction to Business" as my first ever lecture in the college. The couse was lectured by Mr. Harsono. Surely it was 8 years ago tough.
2002 (First Quarter)
It was "Internal Audit" as my very last lecture I attended in Gadjah Mada University before I graduated. It was lectured by Mrs. Zuni Barokah. And it was about 4 years ago.
2002 (Last Quarter)
My debut as as a white-collar worker- as an auditor. PT Telkom Tbk in Bandung as my first client. The audit team was lead by Mr. Bayu. A little step for a man, but it was a giant step for a warrior of life.
2005 (November)
My very last contribution as white collar-worker was in UNICEF. An institution that I served only for 6 months yet has given me much experience and knowldege as well as confidence.
2006 (February, 27)
Back to Business. It's gonna be my first day in Graduate School of Business-Monash Uni. Probably, "Financial Statement Reporting & Analysis" will be the first ever lecture in my tertiery education. I am in a mixed feeling actually, in between anxious & exciteable. Nevertheless, I knew that the show must go on, the way has to be taken and passed. Undoubtedly, it won't be smooth nor walk over for me as the standard for a master student is pretty much high.
Back to Business. With all of the scary evidence, I need a lot of support to pass this windy road. I suppose that support can make difference. With it, I believe that I can overcome this challenge as like as I trust that the sun will rise enchantedly tommorow morning!!
Pic: My course schedule via Allocate+ tool.

Did You Know?

Para Melbournians percaya pada sebuah “urban story” tentang Flinders Street Station yang ada di jantung kota Melbourne. Menurut mereka, desain bangunan stasiun tersebut tertukar dengan desain bangunan stasiun di kota Bombay. Hal ini terjadi saat pemerintah Inggris mengirimkan desain bangunan stasiun via pos dari London. Bukannya desain yang dimaksud yang sampai di Melbourne, ternyata desainnya tertukar dengan desain bangunan untuk stasiun di Bombay.
Hasilnya?
Silahkan lihat fotoku dengan latar belakang Flinders St. tersebut. Sepintas lalu, kubah-kubah hijau bangunan tersebut dan tipe jendelanya memang bergaya India bangettt…^_^
Pada kenyataanya, desain bangunan stasiun yang juga berdampingan dengan sungai Yarra itu, adalah hasil desain dari Melbourne Transport Office yang memenangkan perlombaan desain untuk Station tersebut.
Source: Herald Sun- sometimes in January

Monday, February 20, 2006

Izinkan Aku Untuk Gentar...



Waktu aku kuliah, aku pengen cepat-cepat kerja..
biar punya uang sendiri dan membanggakan keluarga, ucapku...
Waktu aku kerja, aku cepat bosan dengan kenyataan hari-hari yang standar
tak ada tantangan...gak ada karier, gak ada prospek, terlalu teknis atau supervisor yang reseh..
Aku ingin sekolah lagi...

Sang waktu pun membawaku ke kesempatan untuk menimba ilmu kembali..
tapi tiba-tiba aku gentarr..
menghadapi kenyataan di persaingan akademik yang multinasional dan multikultural
lebih sulit dari kuliah zaman dulu, karena sekarang dalam bahasa yang berbeda
dan juga strata yang beda..

Aku Gentar...
mundur selangkah dan sedikit menunduk..
aku kehilangan daya lontar dan hulu ledak semangat yang biasa aku andalkan
Ditambah kenyataan aku seperti berjuang sendirian di sini..
tanpa ayunan langkah pasti ke depan, tanpa topangan kenyataan asa yang nyata

Aku Gentar...
ketika harus berderap memasuki bangku kuliah lagi..
ketika aku harus mengarungi malam dalam diskusi-diskusi akademis
saat aku harus bergumul dengan ekstraksi keseriusan

Perlahan sangat pelan
Cahaya bulan masuk di sela-sela jendela kamarku..
memeluk tubuh kecilku dalam kehangatannya yang khas..
seolah berkata lirih...
Kuizinkan engkau untuk gentar.....TAPI..sekali ini saja..

Sejurus kemudian aku terbangun dari mimpi indah buaian negeri asing ini
sudah saatnya berdiri mencari jawaban kegelisahan jiwa
Akan aku telusuri jalan yang setapak ini ...
Semoga aku temukan jawaban-jawaban itu...

Saturday, February 18, 2006

Dasar Dodol..!!

Main Hattrick...dibantai...(ama Dodol FC)
Maint The Crims..gak ada kemajuan..
Masak, lupa matiin kompor: ayamnya gosong, pancinya rusak..
Beli barang kelontong, salah beli..mahal en gampang rusakk..
Jemur baju: gak kering-kering; gak ada panass..
Enakan juga tidurr...semoga besok hari tersenyum lebih ceriaa..

Caulfield 8.36PM

Did You Know?*

Masakan melayu cukup terkenal di Maladewa ternyata. Menurut seorang temanku yang berasal dari negara tersebut, menu bernama “Nasi Goreng” untuk fried rice dan “Bakmi Goreng” untuk fried noodle adalah menu yang sangat populer di sana. Kemungkinan besar menu tersebut dipopulerkan oleh para mahasiswa Maladewa yang banyak menuntut ilmu di Malaysia.

  • Tidak hanya di makanan, nama mata uang Maladewa, ternyata juga beda-beda tipis dengan mata uang Indonesia. Mata uang Maladewa adalah “Rufiah” hanya beda sedikit dengan “Rupiah”nya Indonesia.
  • Vietnam yang luasnya kurang lebih sama dengan pulau Sumatera di Indonesia dan memiliki populasi 80 juta orang, ternyata memiliki 62 Propinsi!! Bandingkan dengan Indonesia yang hanya memiliki 33. Jadi propinsi kita perlu ditambah tuh :p
  • Menghitung usia seseorang di Vietnam, ternyata bukan pengurangan antara tahun berjalan dengan tahun di mana seseorang dilahirkan. Menurut seorang rekanku yang berasal dari negara tersebut, umur seseorang juga harus memperhitungkan lama orang tersebut di dalam kandungan. Jadi jika aku lahir bulan April tahun 1980, maka usiaku di bulan April tahun 2006 adalah 26 tahun 9 bulan!!

*posting-an "Did You Know?" ini berisi tentang hal-hal kecil namun unik di seluk budaya bangsa yang ditemui olehku, akan di-upload Insya Allah setiap sabtu seminggu sekali.

Tuesday, February 07, 2006

Surat Untuk Sahabat

Untuk Sahabat-sahabatku, yang dalam gelap terang, tegak tertunduk, tertawa menangis, amarah gelak tawa, jauh dekat…………selalu memelukku dengan hangat…………

Image hosting by Photobucket



Image hosting by Photobucket

Melbourne, February 2006
To: Sahabatku di 16 Penjuru Mata Angin.

Dear Sahabat!
Di tengah desiran angin dingin kota Melbourne, tepat, di antara matahari yang beranjak pulang, aku tiba-tiba teringat akan keriuhan kalian. Sungguh, aku teringat akan “Kita” dan beragam perjalanan panjang yang selalu kita lalui bersama.
“Kita untuk selamanya”….”Semua waktu yang hilang…tapi bayangmu tetap”….itu kata Peter Pan saat menyanyikan cerita tentang “Sahabat”, sementara Sheila on 7 memilih syair…”Tapi teman lebih dari sekedar materi…..” dalam “Sahabat Sejati”…………tak mau kalah, Jikustik dalam “Aku dan Sahabatku” meyakini bahwa persahabatan “………tidak akan pernah layu, hanya aturan sang waktu……..”.

Jelas, aku tak sepandai mereka dalam membuat syair-syair nan indah, aku hanya ingin bilang bahwa kenangan yang pernah kita lalui adalah sebuah kenangan yang indah dan mengesankan. Persahabatan kita bukan karena materi atau kegilaan pada sebuah simbol tertentu. Persahabatan kita dibangun oleh banyak perbedaan yang dilengkapi dengan rasa pengertian dan saling menyayangi. Tak heran, begitu banyak gurat-gurat cerita indah yang terus terkenang di benakku.

Mungkin kalian masih ingat saat kita berbagi gelak tawa dalam kepusingan mengerjakan tugas-tugas kuliah di waktu lampau. Mungkin kalian masih ingat tentang hebohnya kita dalam kepanitiaan di kampus. Aku juga yakin kalian masih tentang obsesi dan mimpi kita untuk mewujudkan mimpi menyelenggarakan acara mahasiswa paling meriah dalam sejarah. Aku juga yakin kalian masih ingat saat kita makan nasi kucing di pinggiran kota Yogya. Atau sekedar bermalam bersama di tengah dingin Kaliurang dan Tawangwangu. Aku juga masih ingat saat kita berbagi kekhawatiran tentang masa depan dan dunia kerja. Kalian juga tidak akan lupa, saat kita sama-sama rapuh ditinggal orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita. Sejuta ingatan-ingatan itu tiba-tiba menghangatkan aku di gigilan dingin cuaca kota. Satu lagi..aku juga tak kan pernah lupa bagaimana perjuangan “heroik” kalian untuk mengunjungi acara pernikahanku di Bandar Lampung tahun lalu, ITS PRICELESS…!!

Tapi kita sudah terpisah dalam ruang waktu. Terpisah dalam cita dan mimpi kehidupan yang telah dan akan dibangun.
Bagi kalian yang tengah mengarungi biduk perjalanan kehidupan rumah tangga, tak ada doa lain, selain agar kalian tegar dan kuat dalam mengarungi deburan gelombang yang pasang surut.
Bagi kalian yang terus dan terus mencari Sang Mentari Pagi, tak akan pernah aku berhenti berucap agar kalian segera menemukannya. Meminjam jargon teman baruku di sini…”Perfectionist waits forever” …….aku selalu memahami alasan kalian, karena kalian adalah para perfeksionis.
Bagi kalian yang terus mencari Bintang dari Surga, tak kenal lelah aku berharap agar kalian segera membawanya ke pelukan kalian. Terkadang, sang Bintang memang enggan untuk engkau gapai, tapi jika sampai waktunya, sebuah penantian panjang pun kelak akan membuatnya turun ke bumi menemui kalian.
Bagi kalian yang terus dan terus berjuang untuk mencari sebuah pengakuan hidup, aku akan selalu memberi dorongan tiada henti buat kalian.

Oh ya, Sahabat, supaya engkau juga merasakan kerinduan yang sama denganku, ini aku sertakan pula foto di mana kita pernah bersama. Tidak semua dari kalian ada di foto itu memang, tapi kalian-kalian yang tak termuat, akan selalu ada di hati dan benakku kok. Oh ya, itu kurang lebih 6 – 7 tahun yang lalu. Tidak terasa yah?

Terakhir,
Di mana rentang jalan dan pengalaman yang telah kita lalui bersama, terkadang aku ingin kalian juga berada di sini, merasakan pengalaman yang aku dapatkan. Jika kebersamaan di Yogya, Surabaya, Bali dan Lampung bisa juga disalin di Melbourne, wahh…kelak, benar-benar akan menjadi sebuah “Kisah Klasik Untuk Masa Depan” …

Salam hangat dari hati yang rindu akan keriuhan kalian,

gatots

Australia Day

Image hosting by Photobucket
Bemo udah jadi barang antik tuh....


Alasan Aussie Day
Kuliah di Aussie bukan berarti bahwa aku akan menghabiskan waktuku untuk melulu belajar dan belajar. Ada kalanya juga perlu untuk menjadi turis partikelir. Itulah yang aku lakukan pada tanggal 26 Januari 2006 yang lalu. Bagi bangsa Australia, tanggal 26 Januari diperingati sebagai Australia Day atau semacam hari kemerdekaan di Indonesia. Namun demikian, Australia tidak pernah mengenal hari kemerdekaan karena mereka bukanlah berasal dari bangsa yang lepas dari penjajahan. Lalu mengapa tanggal 26 Januari? Menurut sejarah, pada tanggal 26 Januari 1788, rombongan koloni pertama dari Inggris tiba di Australia. Rombongan tersebut terdiri dari 11 kapal dan membawa kurang lebih 1500 orang, setengahnya adalah convicts (narapidana).

Berangkat
Kembali ke perayaan Australia Day, seperti halnya hari kemerdekaan di negara lain, Australia Day adalah public holiday. Aku sudah bersiap-siap dari pagi untuk melihat perayaan ini di City. Sebagai tambahan, aku sebut di City, karena aku tinggal di sub-urban yaitu Clayton, kayak di Depok gitu deh, kira-kira 40 menit perjalanan dengan train. Berbeda dengan aku, rekan-rekanku yang lainnya tidak terlalu bersemangat untuk melihat perayaan tersebu, alasannya menurut ramalan cuaca, suhu di Melbourne akan mencapai 40-42 derajat celcius. Selain itu, karena public holiday, transport menuju City akan sedikit jarang dibandingkan dengan hari biasa. Pada akhirnya mereka akan kecewa, karena perayaannya seru dan heboh, kendati memang perkiraan cuaca benar, Melbourne panas luar biasa pada hari itu. But it’s worth to go to the celebration rather than staye at home.

Telat nyampenya Di Balaikota
Aku berangkat agak kesiangan, karena hari Rabu-nya habis bermain sepakbola bersama rekan-rekan student dari China. Aku berangkat dari rumah pukul 10.20. Baru dapat bus menuju Clayton Train Station pada pukul 11.00. Walhasil, aku baru sampai di City pukul 12 kurang. Ternyata, di pagi hari, ada semacam upacara di Balaikota (“Australia Day Flag Raising Ceremony”), lumayan rame kata temanku, yang kemudian dilanjutkan dengan acara karnaval kota (“Australia Day People’s March”) antara jam 11 – 12. Lumayan rame pesertanya. Selain warga Australia, juga ada warga asing yang tinggal di kota ini, seperti Arab, India, Srilanka, China, termasuk Indonesia. Karnaval selesai sekitar pukul 12.30, jadi aku masih kebagian nonton karnavalnya.

Kings Domain Garden
Setelah bergabung bareng beberapa rekan2 students Monash dan Melbourne Uni yang ketemu di sana, kami melanjutkan perjalanan menuju Kings Domain Garden. Di mana ada beberapa perayaan seru di sana yaitu: ‘Australia Day Picnic and Historic Vehicle Display” , “26 ers Birthday Cake Cutting”, sayangnya pas aku ke sana, acaranya sebagian belum di mulai, jadi akhirnya kita ubah haluan menuju Government House, yaitu tempat ngantornya Governor Victoria (tapi dia ini bukan Head of State, melainkan hanya perpanjangan tangan dari Governor General di tingkat National – yang kayak fungsi Gubernur di Indonesia itu disebut dengan Premier – lain waktu bakal diceritakan deh tentang system politik di Aussie). Governor house-nya benar2 classic dan classy deh. Lumayan seru juga mengelilinginya. Sayangnya, karena itu udah tengah hari, bertepatan dengan jadwal lunch, perut udah gak bisa diajak kompromi barang sebentar. Tapi, aku masih sempat menikmati es krim sambil duduk di taman government house sebelum akhirnya kita makan siang di Restoran Nelayan (Resto Indonesia) di dekat Bourke Street.

Waterfront City, Docklands
Selesai makan siang kurang lebih pukul 15.30, matahari lagi tinggi-tingginya tuh. Rasanya badan lemas dan haus terus, tapi tekad membara buat jalan2 lihat perayaan membuat tubuhku kembali segar dan bersemangat. Akhirnya diputuskan bahwa kita bakalan jalan ke Waterfront City, Docklands, tempat “The Melbourne International Dragon Boa Festival”, “Australian Offshore Powerboats” dan “Boating Victoria Motor Cruiser Rally”. Semuanya gratis buat kita nikmati. Di tengah terik mentari, kita akhirnya sampai di Docklands. Menurut teman seniorku dari Melbourne Uni, sebenarnya Docklands, yang terlihat seperti pelabuhan itu, tidak lain dan tidak bukan hanyalah pangkalan sungai belaka. Sungainya juga adalah Sungai Yarra yang memang sengaja dibendung untuk membikin “pelabuhan ala Melbourne”. Di Docklands ini konsep Waterfront City benar-benar diterapkan di mana selain “pelabuhan” juga didirikan berbagai restoran pinggir sungai, mall dan juga hotel.
Aku sangat menikmati Docklands, hingga waktu pukul 18.00 “memaksa” kami untuk pulang terlebih dahulu ke tempat temanku di Brunswick guna menunaikan shalat dan beristirahat barang sebentar, sebelum malamnya (pukul 21.15), melihat pesta kembang api di Federation Square.

Fireworks di Federation Square
Setelah berisitrahat sejenak di Brunswick, pukul 20.40, kami bergegas menuju Federation Square via Train. Sampai di Flinders Station (yang nota bene bersebrangan dengan Fe. Square), suasana malam sudah berubah menjadi hiruk pikuk dengan masyarakat Melbourne yang ingin menyaksikan “Fireworks Shows”. Setengah berlari kami langsung menuju Federation Square, namun menurut informasi dari orang2 di sana, pertunjukannya akan lebih bagus jika dilihat dari sudut Northbank-nya Yarra River. Tidak mau ambil risiko kehilangan momen, kami segera menuju Northbank yang memang telah penuh dengan orang-orang. Selang 2 menit setelah tiba di Northbank, suara gemuruh kembang api pun terdengar…wawww…kami tepat berada di bawah kembang api tersebut!! Suaranya keras dan memekakkan telinga, namun pemandangan kembang api itu sangatt indah dan “magical”…sayang buat dilewatkan. Pertunjukan tersebut terdiri dari 2 titik satu di Federation Square sebelah Utara dan satu lagi di sebelah Selatan. Saking dekatnya dengan kembang api, bubuk2 kembang api itu terasa jatuh di badan kami, wuuuiihh….tambah seru aja sensasinya…fireworks shows-nya berlansung kurang lebih selama 10 menit dan konon menghabiskan biaya 500,000 dollar Aussie atau setara dengan 3,5 milyar rupiah!!!

Menyusuri Yarra River di Waktu Malam
Selesai melihat fireworks shows, kami menikmati sebentar keindahan Sungai Yarra di waktu malam, yang mana di sungai tersebut banyak restaurant terapung, berwarna-warni lampunya, sambil berlalu lalang, sungguh pemandangan yang indah. Tidak lupa pula pengamen2 bule menarik perhatian pejalan kaki dengan lagu2 yang melanutkan jiwa. Juga ada street artist yang melukis jalur pedestrian dengan lukisan2 yang menarik…wooww..benar2 kayak di luar negeri, hehehe.

Crown & Total Fire Ban
Jam di tanganku menunjukkan pukul 22. Atas side salah seorang teman, kami berniat menuju Yarra Southbank tepatnya ke Crown, sebuah kasino di Melbourne yang berfungsi juga sebagai tempat hiburan dan wisata. Menurutku temanku, setiap 1 jam sekali di waktu malam, di sana ada penyalaan api di kalderon, hampir layaknya api di pembukaan pesta-pesta olah raga bangsa-bangsa.
Namun demikian, sampai dengan pukul 22.30, api tidak juga kunjung menyala, setelah kami tanyakan ke petugas sekuriti di sekitar Crown, ia mengatakan bahwa penyalaan api malam itu dilakukan karena ada “Total Fire Ban” dari Victoria Government. Ini dikarenakan suhu yang mencapai 40 derajat, sehingga dilarang menyalakan api di tempat terbuka sepanjang hari, untuk mencega terjadinya kebakaran.

Fireworks di Docklands dar Kejauhan
Dengan sedikit kecewa kami akhirnya beranjak pergi dan menuju kawasan Docklands, daerah di mana siang/sore tadi kami menyaksikan Dragon Boat Festival. Tujuan kami ke Docklands adalah menyaksikan pertunjukan kembang api yang kedua, yang menurut brosur acara, akan diselenggarakan pada pukul 23. Sayangnya saat kami dalam perjalanan, sekitar pukul 22.45, pesta kembang api sudah dimulai, akhirnya, kami hanya bisa melihat pesta kembang api di Docklands dari kejauhan saja, tepatnya dari Spencer Street Station. Hmmm….kalah keren sih dari yang di Federation square, tapi tak apa, yang penting, kami masih bisa menyaksikannya dari kejauhan…^_^


“Java Chip” Cofee
Petualangan kami di hari itu akhirnya ditutup dengan minum kopi di Starbuck dekat Elizabeth Street. Sambil menyeruput “Java Chip” kami menikmati keindahan Melbourne di waktu malam. Oya, harga segelas "Java Chip" Starbuck ukuran Medium, harga A$5.20. 1A$=7,000, itung aja sendiri harganya dibandingkan dengan harga di Indonesia, hehehe.

Pesta telah usai, banyak kesan yang didapat…aku jadi teringat 17 Agustusan di Indonesia…well, kita juga gak kalah serunya kok..mungkin perlu sedikit tambahan sentuhan di sana-sini, maka 17 Agustusan kita, gak kalah dengan Australia Day, hehehe..
See you next year!!

For my Aussie Day Photo:

http://pg.photos.yahoo.com/ph/gatot_soepriyanto/album?.dir=e281&.src=ph&store=&prodid=&.done=http%3a//photos.yahoo.com/ph//my_photos

Sunday, February 05, 2006

Titik Awal, Titik Nadir, Titik Balik, Titik Kritis, Titik Harapan dan Titik-Titik

Titik, sejatinya adalah komponen penting bagi sebuah catatan panjang setiap mahluk yang bernafas. Tanpa titik tentu tidak akan pernah ada garis. Tanpa titik tentu tidak akan pernah ada awalan guna membentuk sesuatu pola. Lebih jauh lagi, tanpa titik maka suatu kalimat atau pernyataan tidak akan pernah berhenti pula. Namun demikian, jangan pernah Anda membandingkan Titik-titik tadi dengan Titi Kamal apalagi Titi DJ dan Titi Qadarsih….secara mereka berbeda haluan.

Kembali ke masalah titik…
Begitu pula dengan perjalanan getaran kakiku dalam 1 tahun terakhir ini, selalu penuh dengan titik perjuangan dan pencarian. Sejujurnya, tidak ada yang istimewa, karena memang aku hanya pejuang kecil kehidupan. Namun demikian, untuk diriku, penggalan titik perjuangan tersebut, sangat penting untuk sekedar dituangkan dalam baris-baris renungan paragraph. Sehingga kelak, seiring dengan waktu yang terus berputar, mungkin titik-titik yang aku lalui ini akan membuat aku tersenyum dan tertawa (atau bahkan menangis), tatkala aku membuka kembali lembaran cerita tersebut. Yuk kita mulaiii…

Titik awal.
Titik awal ceritaku di mulai di tahun 2005. Titik awal di tahun 2005 tersebut, dimulai dengan semangat resolusi untuk lebih “ofensif” dalam mencari peluang beasiswa, kemanapun itu…dengan catatan ke “English Speaking Country”. Semangat tersebut terlihat klise dan standar, namun disadari atau tidak resolusi tadi ternyata telah mampu menjadi sebuah energi yang tidak pernah habis untuk mencapai kesuksesan di tahun 2005.

Titik Nadir
Berangkat dengan semangat yang membumbung tinggi di awal tahun 2005, lewat sebuah proses perenungan yang tak terlalu panjang, aku pun berpindah organisasi (baca: pindah tempat kerja), dari B ke C. Layaknya takdir yang telah ditulis oleh Sang Maha Kuasa, perpindahan ini serasa lancar dan sesuai dengan yang aku rencanakan. Nama besar kedua organisasi tersebut aku harapkan kelak dapat menarik perhatian para sponsor beasiswa. Namun demikian, harapan terkadang tidak terlalu sesuai dengan kenyataan. Periode April – Oktober 2005, selama aku di C, adalah periode penuh perjuangan dan boleh disebut penderitaan. Bukan hanya tipe pekerjaan dan organisasinya yang berbeda, namun juga tuntutan, beban kerja dan kerumitan birokrasi juga harapan yang disandangkan di pundakku terlampau berat untuk aku pikul. Periode titik nadir ini sangat tidak mudah aku lalui, tidak beda seperti periode tahun 2002-2003 di mana aku masih perusahaan angkutan publik A. Belajar dari pengalaman yang lalu-lalu, aku berusaha tegar untuk menghadapi tantangan di C ini. Aku juga berkeyakinan bahwa di balik kesusahan pasti ada kemudahan, di balik kesulitan pasti ada kelancaran. Lagian dari waktu ke waktu, aku mulai bisa beradaptasi dengan situasi yang ada. Namun tetap saja, tekad yang kuat dan doa terus aku panjatkan agar aku dapat menguak peluang untuk “melarikan diri” secara elegan dari C.

Titik Balik
Titik balik ini aku alami saat aku tengah merenung di “religious center” organsisi C, orang mungkin menyebutnya pengalaman spiritual, namun aku menyebutnya renungan saja, lebih cocok rasanya. Kembali ke renungan tadi, entah mengapa, saat itu, aku tiba2 terpikir untuk mengambil kursus IELTS di IALF selepas bekerja di kantor. Sudah menjadi rahasia umum, jika bahasa Inggrisku memang agak2 minim. Hasil renungan itu kemudian aku amini, karena memang itu termasuk dalam salah satu strategiku untuk “ofensif”. Tambahan lagi, supervisorku di kantor sedang berlibur ke Nairobi selama 1 bulan, “ini kesempatan yang tidak boleh dibuang percuma”, ujarku dalam hati. Mulai periode Juli – Agustus 2005 aku pun kursus IELTS, dengan investasi kurang lebih 2,5 juta selama 1 bulan, belum termasuk ongkos transport lohh. Dalam periode tersebut, titik balik di tahun 2005 itupun hadir…informasi tentang beasiswa ke Aussie dari APS (Australian Partnership Scholarship) aku dapatkan– thanks to Ms. H, my officemate who informed it to me. Lewat perjuangan dan pergulatan yang panjang (terlalu panjang jika harus dimasukkan dalam cerita ini, termasuk ada rekan kursusku di IALF yang menunjukkan beberapa tips guna masuk dari shortlist APS, temanku ini pada akhirnya juga mendapatkan beasiswa, sebut saja Mr. Ich), akhirnya aku pun memasukkan application untuk beasiswa tersebut. Syukur Alhamdulillah, sekitar bulan Oktober, aku mendapatkan berita bahwa aku berhasil melalui tes beasiswa tersebut (cerita mengenai lika-liku tes, akan disampaikan di cerita terpisah). Sebuah kisah klasik yang indah dan tak akan terlupa. Bukan semata-mata karena aku akan mendapat kesempatan untuk sekolah lagi dan pergi ke luar negeri, melainkan menjadi sebuah kemenangan akan keyakinan bahwa seberapapun tinggi mimpi yang kita miliki, jika kita selalu berusaha untuk menggapainya, maka kita pun akan berhasil meraihnya. Impossible is NOTHING, mate!

Titik Kritis
Seperti tulisan Paulo Coelho di novelnya “The Alchemist”, jika keinginan sudah ditekadkan dengan bulat, maka isi seluruh jagat raya akan bersatu untuk membantu mencapainya. Itu semua karena semua orang memiliki “personal legend” yaitu suatu tujuan dalam hidup yang ingin dicapai – dengan kata lain jalan menuju takdir. Berkaitan dengan itu, titik kritis dalam perjalanan hidupku-pun aku lalui dengan jalan yang terasa lancar dan mengalir bagai air. Titik kritis yang aku maksud adalah menikah. Kata sakti dan sakral juga rumit itu seperti tidak terasa simpel di depanku. Sadar bahwa momentum kepergianku ke Australia harus segera dimanfaatkan, aku pun mengambil keputusan untuk segera menikah. Alhamdulillah, semuanya serba dilancarkan dan dimudahkan, tepatnya tanggal 17 Desember 2005, aku pun menikah dengan “Fatimah”. Semua proses dicapai dalam waktu kurang lebih 30 hari, mulai dari lamaran, persiapan, sibuk-sibuk sampai dengan pesta. Lebih membanggakan lagi, semuanya kami urus sendiri dan menggunakan uang dari keringat kami sendiri. Tidak perlu mewah dan mahal memang, tapi yang terpenting adalah mengumpulkan keluarga, kerabat dan sahabat untuk mendoakan kami. Selesai…^_^.

Titik Harapan

Pesta telah usai, kini saatnya menyongsong fajar baru kehidupan. Saatnya untuk melukis titik fajar harapan yang baru. Ayunan langkah pertama adalah memulai petualangan ke dunia baru yang penuh tantangan: AUSTRALIA. Berangkat ke Aussie, bukanlah seperti parade gagah-gagahan, melainkan lebih kepada sebuah tantangan dan amanat. Di sana aku akan belajar banyak hal, tidak hanya mengenai materi kuliah namun juga tentang aspek bahasa, budaya, lingkungan, tata pemerintahan, interaksi sosial dan banyak hal lagi.

Jika ditanya bagaimana rasanya, maka yang ada hanyalah perasaan takut, waswas dan cemas. Hanya impian besar dan semangat tinggi untuk hidup di bawah langit dan di atas bumi selain Indonesia sajalah, yang terus membuatku bertahan. Sampai di satu titik, aku benar-benar telah berpijak di belahan bumi lain, yang bahkan sampai saat ini masih terasa bagaikan mimpi.
Lebih jauh lagi, tidak hanya berhenti sampai di masalah studi, di mana titik harapan aku goreskan, selain itu juga ada titik harapan lain, yaitu sebuah kebersamaan hidup. Sebuah peleburan jiwa, hati dan impian. Bukan sebuah beban dan onak kebingungan melainkan sebuah tantangan dan riak keriangan. Sesulit apapun, aku yakin titik harapan ini akan berujung pada sebuah titik optimum (bukan maksimum apalagi minimum) kehidupan….

Titik-Titik…….
Sampai akhir napasnya, seorang manusia tidak akan pernah berhenti menggoreskan tinta cerita di lembar nafas perjuangan hidupnya. Hanya Tuhan yang dimana titik itu akan berhenti dan beranjut di lembaran nafas yang baru. Ketika titik itu belum akan berhenti, titik-titik ceritaku akan terus bergulir dan bergaris. Masih banyak kerja dan teka-teki hidup yang harus di-lalui. Menyitir lirik soundtrack “Gie”,……….” tak kan pernah berhenti berjuang…..pecahkan teka teki malam…….menjawab semua keresahan yang membentang…….”. Kini, aku sedang merangkai titik-titik itu, hanya waktu yang akan menentukan akan menjadi apa titik-titik itu. Sampai waktunya, semua akan diceritakan kembali, dengan penuh perasaan rendah hati, semoga bisa menjadi pelajaran, semangat dan rengkuhan asa bagi diriku dan mungkin orang lain.

Selalu berjuang..!